Siraman air dingin di bibir kelaminku membuat birahiku yang belum turun sepenuhnya meninggi lagi. “Croop… croop… croop…” begitulah suara kelaminku yang beradu dengan kelamin mas Herry. Bokeb Lina udah gak tahan. Masa udah ngerasain enaknya, tapi gak tahu namanya?“ tanyanya lembut di telingaku sambil tanganku dituntunnya untuk mengocok batang kemaluannya. “Iya, enak, mas…” jawabku pada akhirnya. “Lin, udah sekian bulan aku ngentotin kamu, kamu ngerasa enak gak?“ tanyanya lagi. Aku langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Tapi entah kenapa, aku menikmatinya. Tapi aku hanya diam saja. Kuangkat pantatku tinggi-tinggi, sehingga aku yakin kemaluanku dapat terlihat jelas olehnya, basah dan terbuka. Kini dia berada tepat di belakangku, punggungku disandarkan pada dadanya, dengan kedua tangannya terus bermain-main di bulatan putingku. “Apa ini namanya, Lin?“
“Eeh…?!“ pertanyaannya mengagetkanku. Namun sama seperti tadi, setelah mengucapkannya, rasanya hasratku menjadi semakin tinggi.




















